Viewer

Senin, 16 April 2012

Pengakuan Internasional


2.1       Pengertian Pengakuan

Pengakuan merupakan tindakan politis suatu negara untuk mengakui negara baru sebagai subjek hukum internasional yang menimbulkan  akibat hukum tertentu. Yang dimana pengakuan memiliki fungsi memberikan tempat yang sepantasnya kepada suatu negara atau pemerintahan baru sebagai anggota masyarakat internasional.

Pegakuan menurut beberapa ahli:
  J.B. Moore
makna pengakuan adalah sebagai jaminan bahwa negara baru tersebut diterima sebagai anggota masyarakat internasional,

  Lauterpacht dan Chen
pemberian pengakuan merupakan suatu kewajiban hukum,

  Ian Brownlie
pengakuan adalah optional dan politis,

  D.J. Haris
suatu negara tetap negara, meskipun belum atau tidak diakui sama sekali,

  Podesta Costa
tindakan pengakuan merupakan tindakan fakultatif

Pengakuan merupakan sesuatu unsur yang mutlak atau merupakan salah satu syarat yang harus ada apabila sebuah negara dikatakan ada dan berdiri sendiri serta bebas dari kepemimpinan bangsa lain. Dimana Dalam Konvensi Montevideo, tahun 1993, menyebutkan unsur-unsur berdirinya suatu negara antara lain berupa rakyat, wilayah yang permanen, penguasa yang berdaulat, kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya, dan pengakuan (deklaratif). Sedangkan pada pasal 3 Deklarasi Montevideo tahun 1993 menyatakan ”keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain.” Sedangkan menurut ahli kenegaraan Oppenheimer dan Lauterpacht, syarat berdirinya suatu negara haruslah memenuhi unsur-unsur tertentu, yaitu rakyat yang bersatu, daerah atau wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain.

Untuk mengakui suatu Negara baru pada umumnya Negara-negara memakai kriteria sebagai berikut:
·         Keyakinan adanya stabilitas di Negara tersebut
·         Dukungan umum dari penduduk
·         Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional

Sebagai kebijaksanaan yang bersifat politik, pengakuan dapat mempunyai akibat sebagai berikut :
o   Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan individual dan dalam hal ini negara-negara bebas untuk mengakui suatu negara tanpa harus memperhatikan sikap negara-negara lain
o   Pengakuan adalah suatu discretionary act, yaitu suatu negara mengakui negara lain kalau dianggapnya perlu

2.2         Teori-teori tentang Pengakuan
            Salah satu materi penting dalam pengajaran hukum internasional adalah masalah pengakuan (recognition).  Dalam hubungan itu ada beberapa teori :

ü  Teori Deklaratoir
Menurut teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah pernyataan formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional. Dengan kata lain, ada atau tidaknya pengakuan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungan internasional.

ü  Teori Konstitutif
Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut Teori Konstitutif, pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan menciptakan penerimaan terhadap suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan prasyarat bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional (international legal personality) suatu negara.  Dengan kata lain, tanpa pengakuan, suatu negara bukan atau belumlah merupakan subjek hukum internasional.

ü  Teori Pemisah atau Jalan Tengah.
            Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah lantas lahir teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga disebut Teori Pemisah karena, menurut teori ini, harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara dan pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain.

2.3         Macam-macam pengakuan
Ada dua macam pengakuan, yaitu :
§  Pengakuan de Facto
            Pengakuan de facto, secara sederhana dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap suatu fakta. Maksudnya, pengakuan ini diberikan jika faktanya suatu negara itu memang ada.  Oleh karena itu, bertahan atau tidaknya pengakuan ini tergantung pada fakta itu sendiri, apa fakta itu (yakni negara yang diberi pengakuan tadi) bisa bertahan atau tidak.  Dengan demikian, pengakuan ini bersifat sementara. Lebih lanjut, karena sifatnya hanya memberikan pengakuan terhadap suatu fakta maka pengakuan ini tidak perlu mempersoalkan sah atau tidaknya pihak yang diakui itu.  Sebab, bilamana negara yang diakui (atau fakta itu) ternyata tidak bisa bertahan, maka pengakuan ini pun akan berakhir dengan sendirinya.

§  Pengakuan de Jure.
            Berbeda dengan pengakuan de facto yang bersifat sementara, pengakuan de jure adalah pengakuan yang bersifat permanen. Pengakuan ini diberikan apabila negara yang akan memberikan pengakuan itu sudah yakin betul bahwa suatu negara yang baru lahir itu akan bisa bertahan.  Oleh karena itu, biasanya suatu negara akan memberikan pengakuan de facto terlebih dahulu baru kemudian de jure.  Namun tidak selalu harus demikian.  Sebab bisa saja suatu negara, tanpa melalui pemberian pengakuan de facto, langsung memberikan pengakuan de jure.  Biasanya pengakuan de jure akan diberikan apabila :
ü  Penguasa di negara (baru) itu benar-benar menguasai (secara formal maupun substansial) wilayah dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya;
ü  Rakyat di negara itu, sebagian besar mengakui dan menerima penguasa (baru) itu;
ü  Ada kesediaan dari pihak yang akan diakui itu untuk menghormati hukum internasional.

2.4         Cara Pemberian Pengakuan
            Ada empat cara pemberian pengakuan, yaitu :
a.    Secara tegas (expressed recognition);
Pengakuan secara tegas maksudnya, pengakuan itu diberikan secara tegas oleh organ yang berwenang melalui suatu pernyataan resmi. Misalnya dengan cara Nota diplomatik, perjanjian internasional.
b.    Secara diam-diam atau tersirat (implied recognition).
Pengakuan secara diam-diam atau tersirat maksudnya adalah bahwa adanya pengakuan itu dapat disimpulkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh suatu negara (yang mengakui).  Beberapa tindakan atau peristiwa yang dapat dianggap sebagai pemberian pengakuan secara diam-diam adalah :
§  Pembukaan hubungan diplomatik (dengan negara yang diakui secara diam-diam itu);
§  Kunjungan resmi seorang kepala negara (ke negara yang diakui secara diam-diam itu);
§  Pembuatan perjanjian yang bersifat politis (dengan negara yang diakui secara diam-diam itu).
c.    Secara kolektif
Pengakuan kolektif ini diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau konfrensi multilateral bukan pengakuan individuak dari masing-masing anggotanya.
d.    Secara prematur
Dalam pengakuan internasional terdapat pula contoh-contoh di mana siatu negara memberikan pengakuan kepada negara yang baru tanpa lengkapnya unsur-unsur  konstitutif yang harus dimiliki oleh entitas yang baru tersebut untuk menjadi suatu negara. Kasus pengakuan secara prematur ini sering terjadi pada negara yang memisahkan diri dari negara induk.

2.5         Bentuk-bentuk Pengakuan

            Yang baru saja kita bicarakan adalah pengakuan terhadap suatu negara. Dalam praktik hubungan internasional hingga saat ini, pengakuan ternyata bukan hanya diberikan terhadap suatu negara. Ada berbagai macam bentuk pemberian pengakuan, yakni (termasuk pengakuan terhadap suatu negara):
a.    Pengakuan negara baru. Pengakuan ini diberikan kepada suatu negara (baik berupa pengakuan de facto maupun de jure).
ü  Pengakuan secara kolektif. Pengakuan dari suatu organisasi regional / internasional kepada suatu Negara secara kolektif. Ex; pengakuan NATO terhadap jerman timur ASEAN terhadap pemerintahan kamboja.
ü  Pengakuan secara premature. Pengakuan kepada negara baru yang belum lengkap institusinya. Ex; pengakuan prancis terhadap inggris (ketika USA masih dibawah inggris). Hal ini memicu konflik inggris dengan prancis India dengan Bangladesh akibatnya Pakistan memusuhi india. Contoh lain ; 70 negara mengakui PLO padahal PLO belum memiliki batas wilayah yang jelas.

b.    Pengakuan pemerintah baru. Dalam hal ini dipisahkan antara pengakuan terhadap negara dan pengakuan terhadap pemerintahnya (yang berkuasa).  Hal ini biasanya terjadi jika corak pemerintahan yang lama dan yang baru sangaat kontras perbedaannya. Macam-macam pengakuan pemerintah baru, yaitu :
ü  Dokrin Tobas (Ekuador) Menolak mengakui pemerintah yang di bentuk melalui kudeta (pemberontak). Ex;Thailand –tapi tidak menciptakan chaos
ü  Dokrin Shimson(USA) Menolak mengakui Negara melalui kekerasan perang dsb. Ex; kasus cina vs jepang
ü  Dokrin Estrada(Meksiko) Pengakuan itu kepada Negara bukan kepada pemerintah .

Akibat dari pengakuan terhadap pemerintahan baru adalah sebagai berikut :
§  Pemerintah yang diakui dapat melakukan hubungan kerjasama/resmi dengan pemerintah yang mengakui
§  Pemerintah yang diakui atas nama negaranya dapat menuntut Negara yang mengakui di peradilan
§  Pemerintah yang mengakui dapat melibatkan tanggung jawab Negara yang diakui untuk semua perbuatan.
§  Pemerintah yang diakui berhak memiliki harta benda pemerintah sebelumnya diwilayah Negara yang mengakui.

c.    Pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini diberikan kepada sekelompok pemberontak yang sedang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahnya sendiri di suatu negara. Dengan memberikan pengakuan ini, bukan berarti negara yang mengakui itu berpihak kepada pemberontak. Dasar pemikiran pemberian pengakuan ini semata-mata adalah pertimbangan kemanusiaan. Sebagaimana diketahui, pemberontak lazimnya melakukan pemberontakan karena memperjuangkan suatu keyakinan politik tertentu yang berbeda dengan keyakinan politik pemerintah yang sedang berkuasa. Oleh karena itu, mereka sebenarnya bukanlah penjahat biasa. Dan itulah maksud pemberian pengakuan ini, yaitu agar pemberontak tidak diperlakukan sama dengan kriminal biasa.  Namun, pengakuan ini sama sekali tidak menghalangi penguasa (pemerintah) yang sah untuk menumpas pemberontakan itu.

d.    Pengakuan beligerensi. Pengakuan ini mirip dengan pengakuan sebagai pemberontak. Namun, sifat pengakuan ini lebih kuat daripada pengakuan sebagai pemberontak. Pengakuan ini diberikan bilamana pemberontak itu telah demikian kuatnya sehingga seolah-olah ada dua pemerintahan yang sedang bertarung.  Konsekuensi dari pemberian pengakuan ini, antara lain, beligeren dapat memasuki pelabuhan negara yang mengakui, dapat mengadakan pinjaman, dll. 

e.    Pengakuan sebagai bangsa.  Pengakuan ini diberikan kepada suatu bangsa yang sedang berada dalam tahap membentuk negara. Mereka dapat diakui sebagai subjek hukum internasional.  Konsekuensi hukumnya sama dengan konsekuensi hukum pengakuan beligerensi.


2.6       Akibat-akibat Hukum dari Pengakuan
Pengakuan menimbulkan atau konsekuensi hukum yang menyangkut hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dari negara atau pemerintah yang diakui baik menurut Hukum Internasional maupun hukum Nasional negara yang memberikan pengakuan. Apabila masalah pengakuan timbul karena pengujian, meskipun sifatnya incidental, oleh pengadilan-pengadilan nasional, maka persoalan-persoalan pembuktian, penafsiran hukum dan prosedur perlu diperhatikan.

Kelemahan-kelemahan hukum yang utama dari suatu negara atau pemerintah yang diakui, antara lain sebagai berikut:
1.    Negara itu tidak dapat berpekara di pengadilan-pengadilan negara yang belum mengakuinya.
2.    Dengan alasan prinsip yang sama, tindakan-tindakan dari suatu negara atau pemerintah yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum di pengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya sebagaimana yang biasa diberikan menurut aturan-aturan komunitas.
3.    Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses pengadilan.
4.    Harta kekayaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah digulingkan.

Pengakuan mengubah kelemahan-kelemahan ini menjadi negara atau pemerintah berdaulat yang berstatus penuh. Selanjutnya negara atau pemerintah yang baru diakui akan:
1.    Memperoleh hak untuk mengajukan berpekara dimuka pengadilan-pengadilan negara yang mengakuinya.
2.    Dapat memperoleh pengukuhan atas tindakan-tindakan legislatif dan eksekutif baik di masa lalu maupun di masa mendatang oleh pengadilan negara yang mengakuinya.
3.    Dapat menuntut imunitas dari peradilan berkenaan dengan harta kekayaannya dan perwakilan-perwakilan diplomatiknya.
4.    Berhak untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta kekayaan yang berada didalam yurisdiksi suatu negara yang mengakuinya yang sebelumnya menjadi milik dari pemerintah terdahulu.

Oleh karena itu sejak pengakuan kedua belah pihak memikul beban hak dan kewajiban Hukum Internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar