1.Hukuman Tembak Mati
Terdakwa akan diikat pada dua buah tiang yang di tengahnya diberi celah selebar 10 cm.
Tepat di belakang celah tiang itu ditumpuk karung-karung pasir. Dua
bola matanya sudah ditutup kain merah. Sementara kepalanya diselubungi
dengan kantung. Pada telapak kaki diletakkan sebilah papan. Dedaunan
kelor sengaja disebarkan sebagai penawar seandainya sang terhukum menggunakan jimat.
Regu tembak yang terdiri atas 12 orang tamtama dan seorang bintara pun
sudah me-nempati posisinya. Jarak yang memisahkan mereka 6 m. Salah
seorang dari mereka berdiri di belakang regu tembak sambil memegang
lampu senter untuk menerangi terhukum. Tak jauh dari mereka, berdiri
dokter dan petugas penjara.
2.Hukuman Suntik Mati
Sesuai ketentuan, hukuman mati dengan cara ini dilakukan dengan
menyuntikkan cairan yang merupakan kombinasi tiga obat. Pertama, sodium
thiopental atau sodium pentothal, obat bius tidur yang membuat terpidana
tak sadarkan diri. Lantas disusul dengan pancuronium bromide, yang
melumpuhkan diafragma dan paru-paru. Ketiga potassium chloride yang
membikin jantung berhenti berdetak.
Pada saat eksekusi, terpidana dibawa ke ruangan khusus; ditidurkan,
serta diikat pada bagian kaki dan pinggang. Sebuah alat dipasang di
badan untuk memonitor jantung yang disambungkan dengan pencetak yang ada
di luar kamar.
Ketika isyarat diberikan, 5 g sodium pentothal dalam 20 cc larutan
disuntikkan lewat lengan. Lalu diikuti oleh 50 cc pancuronium bromide,
larutan garam, dan terakhir 50 cc potassium chloride.
Kelihatannya mudah. Namun, banyak hal tak terduga bisa terjadi. Dalam
beberapa kasus pembuluh darah sukar didapat atau peralatan tidak pas
menembus pembuluh darah. Untuk mengurangi penderitaan banyak negara
bagian mengizinkan pemberian thorazine sebagai obat penenang dalam
suntikan.
3.Hukuman Mati Kursi Listrik
Selain suntikan, hukuman mati dengan kursi listrik juga banyak dipilih.
Terpidana diikat pada kursi listrik yang terbuat dari kayu oak yang
diletakkan di atas bantalan karet tipis dan dibaut pada ubin cor.
Pangkuan, leher, lengan, dan lengan bawah terhukum diikat dengan tali
kulit. Gelang kaki sampai betis diikat dengan tali sepatu berspons
tempat elektrode dipasang. Wajah terdakwa disembunyikan dengan tutup
kepala yang tersusun atas dua lapis: logam dan kulit. Bagian logam
dibikin seperti saringan kawat tempat elektrode dipasang. Spons basah
ditempatkan antara elektrode dan kulit kepala.
Eksekusi dijalankan dalam tiga tahap. Pertama dengan mengalirkan listrik
berkekuatan 2.300 V (9,5 A) selama delapan detik, dilanjutkan 1.000 V
(4 A) selama 22 detik, dan diakhiri dengan gelontoran arus 2,300 V (9,5
A) dalam delapan detik. Ketika satu tahapan itu dinyatakan selesai,
tombol utama dilepas. Bila terpidana belum juga meninggal, maka tahapan
itu diulang sekali lagi.
Dibandingkan dengan hukuman suntikan, kursi listrik memunculkan aroma
kekerasan, menimbulkan rasa sakit, dan penghinaan yang mendalam pada
para korban. Begitulah yang digambarkan oleh William Brennan, Jr., salah
satu hakim pada Mahkamah Agung AS, dan para saksi yang sering
menyaksikan eksekusi itu.
Ketika arus mulai mengalir ke tubuh terpidana, para pesakitan mengalami
kengerian luar biasa. Mereka berusaha melompat, meronta, dan melawan
dengan sepenuh kekuatan. Tangan menjadi merah, lantas berubah menjadi
putih. Anggota badan, jari jemari tangan, kaki, dan wajah berubah
bentuk. Bola mata sering melotot. Mereka juga sering buang air besar dan
kecil, muntah darah, serta mengeluarkan air liur.
4.Hukuman Mati Kamar Gas
Sementara itu, penggunaan kamar gas sebagai proses eksekusi agaknya
terinspirasi oleh penggunaan gas racun pada Perang Dunia I. Negara
Bagian Nevada menjadi negara bagian pertama yang mengapdosi cara ini di
tahun 1924. Penggunaan kamar gas tampaknya lebih bisa diterima
dibandingkan dengan bentuk-bentuk eksekusi yang lain. Alasannya, tidak
meninggalkan kekerasan dan cacat pada tubuh.
Hukuman ini dijalankan pada sebuah kamar gas yang kedap udara. Terpidana
diikat di bagian leher, pinggang, tangan, dan pergelangan kaki, dan
menggunakan masker. Di bawah kursi terdapat tabung logam berisi sianida.
Kaleng-kaleng logam berisi larutan asam sulfur ditempatkan di bawah
tabung.
Ada tiga eksekutor yang masing-masing memegang satu tombol. Ketika tiga
tombol itu serempak ditekan, penutup tabung yang berisi sianida akan
membuka dan jatuh ke dalam larutan asam sulfur yang ada di bawahnya.
Reaksi ini memunculkan gas yang mematikan.
Dalam beberapa detik terpidana menjadi tidak sadar bila ia menghirup
napas dalam-dalam. Tetapi jika ia menahan napas, kematian bisa tertunda
lebih lama. Dalam proses ini terpidana umumnya mengalami kekejangan
hebat. Sebuah monitor yang memantau kerja jantung dipasang di ruang
kontrol.
Bila pengawas menyatakan terpidana telah meninggal, amonia dipompakan ke
dalam kamar untuk menetralkan gas. Exhaust fan lantas memindahkan asap
gas itu ke dua buah tabung berisi air untuk dinetralkan. Proses ini
memerlukan waktu 30 menit sejak kematian berlangsung. Kematian umumnya
terjadi dalam 6 - 18 menit sejak gas dimasukkan.
5.Hukuman Gantung
Pada hukuman gantung mula-mula tali gantungan disiapkan lengkap dengan
talinya. Panjang tali gantungan diukur menurut bobot badan, umur, serta
besar tubuh korban. Biasanya antara 1,5 - 2 m. Di bagian bawah tiang
gantungan atau alasnya, yang dibuat lebih tinggi dari lantai, terdapat
papan yang bisa membuka ke bawah dengan tiba-tiba.
Menjelang eksekusi, ujung tali dilingkarkan ke leher korban dengan kuat,
tapi tidak mencekik, dan simpul besarnya terletak pada sudut dagu. Pada
keadaan ini, panjang tali jauh melebihi jarak antara leher dengan
pangkal tali di atas, sehingga korban tidak dalam posisi tergantung.
Begitu eksekusi dilaksanakan, alas akan membuka secara cepat. Korban
meluncur ke bawah dan terhenti secara tiba-tiba akibat entakan tali yang
telah teregang. Hentakan yang kerasnya sudah diperhitungkan itu akan
membuat korban meninggal seketika akibat patahnya tulang leher dan
putusnya sumsum tulang belakang.
Soalnya, sumsum tulang belakang merupakan penghubung otak sebagai pusat
koordinasi seluruh aktivitas tubuh dengan tubuh yang diaturnya. Seluruh
saraf kita melewati jalur tunggal ini, termasuk saraf pengatur denyut
jantung dan pernapasan. Jika jalur ini putus, maka hilang juga
koordinasi otak, sehingga jantung dan paru-paru akan terhenti.
Patahnya tulang leher biasanya terjadi antara ruas ke-2 dan 3 atau ke-3
dan 4. Kadang-kadang pembuluh nadi leher dalam (karotis interna) akan
terobek melintang dan bagian rawan gondok di leher pun bisa patah.
Dengan demikian, kematian pada korban hukuman gantung biasanya akan
lebih cepat dan relatif tanpa penderitaan jika dibandingkan dengan
gantung diri.